"Mentari menyinar, usai malam gelap gelita", "Alam tenang, usai ribut badai melanda" |
Pedih juga, lantaran malu yang calar, serta kaki dan tangan yang luka.
Namun, sesekali teringat peristiwa terjatuh waktu kecil dahulu, baik jatuh dari basikal,
jatuh dari anak tangga, membuatkan tersenyum sendirian dibuatnya.
Maknanya, yang jatuh itu juga dikenang, dalam pedih dan lukanya, masih ada 'manis' yang masih boleh diterima.
Justeru, tak harus phobia untuk terus berjalan dan berlari. Seandainya ada yang pahit-pahit, terimalah ia sebagai pengajaran yang membentuk diri kita hari ini. Yang pahit-pahit ini, tak usah dilupakan pun tidak mengapa. Kerana usaha melupa, hakikatnya hanya membuatkan kita sering kali berfikir tentangnya dan membuatkan kita kian teringat.
Usaha dan tenaga untuk melupakan kisah-kisah pahit di belakang, hanya menambahkan kedalaman luka yang separa itu. Tapi, jika ia 'diterima' dan diredhai, jadilah ia parut yang membentuk rupa dewasa kita hari ini. Rupa matang lewat jatuh-bangun dalam kelana kehidupan.
Mentari menyinar, usai malam nan gelita. Alam tenang, usai ribut badai menggila.
[94 : 5-6]