LARANGAN ISBAL [MELABUHKAN PAKAIAN HINGGA MENUTUP MATA KAKI]
Oleh: Abu Abdillah Ibnu Luqman
Isbal ertinya melabuhkan pakaian hingga menutupi mata kaki, dan hal ini terlarang secara tegas baik karena sombong maupun tidak. Larangan isbal bagi laki-laki telah dijelaskan dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang sangat banyak, maka selayaknya bagi seorang muslim yang telah redha Islam sebagai agamanya untuk menjauhi hal ini. Namun ada sebagian dari kalangan yang dianggap berilmu, menolak larangan isbal dengan alasan yang rapuh seperti mendakwa andainya tidak sombong maka dibolehkan?! Untuk lebih lanjut, berikut dipaparkan perkara yang sebenarnya tentang isbal agar menjadi pelita bagi orang-orang yang mencari kebenaran. Amin. Wallahul Musta'an.
[A]. DEFINISI ISBALIsbal secara bahasa adalah masdar dari “asbala”, “yusbilu-isbaalan”, yang bermakna “irkhaa-an”, yang ertinya; menurunkan, melabuhkan atau memanjangkan. Sedangkan menurut istilah, sebagaimana diungkapkan oleh Imam Ibnul 'Aroby rahimahullah dan selainnya adalah; memanjangkan, melabuhkan dan menjulurkan pakaian hingga menutupi mata kaki dan menyentuh tanah, baik karena sombong ataupun tidak. [Lihat Lisanul 'Arob, Ibnul Munzhir 11/321, Nihayah Fi Gharibil Hadits, Ibnul Atsir 2/339]
[B]. BATAS PAKAIAN MUSLIMSalah satu kewajiban seorang muslim adalah meneladani Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam segala perkara, termasuk dalam masalah pakaian. Rasulullah telah memberikan batas-batas syar'I terhadap pakaian seorang muslim, perhatikan hadits-hadits berikut:Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
“Ertinya: Keadaan sarung seorang muslim hingga setengah betis, tidaklah berdosa bila memanjangkannya antara setengah betis hingga di atas mata kaki. Dan apa yang turun dibawah mata kaki maka bahagiannya di neraka. Barangsiapa yang menarik pakaiannya karana sombong maka Allah tidak akan melihatnya” [Hadits Riwayat. Abu Dawud 4093, Ibnu Majah 3573, Ahmad 3/5, Malik 12. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Misykah 4331]
Berkata Syaroful Haq Azhim Abadi rahimahullah: “Hadits ini menunjukkan bahwa yang sunnah hendaklah sarung (seluar) seorang muslim hingga setengah betis, dan dibolehkan turun dari itu hingga di atas mata kaki. Apa saja yang dibawah mata kaki maka hal itu terlarang dan haram. [ Aunul Ma’bud 11/103]
Dari Hudzaifah Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:
“Artinya: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memegang otot betisku lalu bersabda, “Ini merupakan batas bawah kain sarung. Jika engkau enggan maka boleh lebih bawah lagi. Jika engkau masih enggan juga, maka tidak ada hak bagi sarung pada mata kaki” [Hadits Riwayat. Tirmidzi 1783, Ibnu Majah 3572, Ahmad 5/382, Ibnu Hibban 1447. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah 1765]
Hadits-hadits di atas mengisyaratkan bahwa panjang pakaian seorang muslim tidaklah melebihi kedua mata kaki dan yang paling utama hingga setengah betis, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam haditsnya yang banyak.
Dari Abi Juhaifah Radhiyallahu ‘anhu berkata":
Aku melihat Nabi keluar dengan memakai Hullah Hamro' seakan-akansaya melihat kedua betisnya yang sangat putih” [Tirmidzi dalam Sunannya 197, dalam Syamail Muhammadiyah 52, dan Ahmad 4/308]
'Ubaid bin Khalid Radhiyallahu ‘anhu berkata: “Tatkala aku sedang berjalan di kota Madinah, tiba-tiba ada seorang di belakangku sambil berkata, "Tinggikan sarungmu! Sesungguhnya hal itu lebih mendekatkan kepada ketakwaan." Ternyata dia adalah Rasulullah. Aku pun bertanya kepadanya, "Wahai Rasulullah, ini Burdah Malhaa (pakaian yang mahal). Rasulullah menjawab, "Tidakkah pada diriku terdapat teladan?" Maka aku melihat sarungnya hingga setengah betis”.[Hadits Riwayat Tirmidzi dalam Syamail 97, Ahmad 5/364. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Mukhtashor Syamail Muhammadiyah, hal. 69]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah ditanya tentang seseorang yang memanjangkan celananya hingga melebihi mata kaki. Beliau menjawab:’ Panjangnya qomis, celana dan seluruh pakaian hendaklah tidak melebihi kedua mata kaki, sebagaimana telah tetap dari hadits-hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam” [Majmu' Fatawa 22/14]
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “ Walhasil, ada dua keadaan bagi laki-laki; dianjurkan iaitu menurunkan sarung hingga setengah betis, boleh iaitu hingga di atas kedua mata kaki. Demikian pula bagi wanita ada dua keadaan; dianjurkan yaitu menurunkan di bawah mata kaki hingga sejengkal, dan dibolehkan hingga sehasta” [Fathul Bari 10/320]
[C]. DALIL-DALIL HARAMNYA ISBAL
Pertama:
“Dari Abu Dzar bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Ada tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat dan bagi mereka adzab yang pedih. Rasulullah menyebutkan tiga golongan tersebut berulang-ulang sebanyak tiga kali, Abu Dzar berkata: "Merugilah mereka! Siapakah mereka wahai Rasulullah?" Rasulullah menjawab:
"Orang yang suka memanjangkan pakaiannya, yang suka mengungkit-ungkit pemberian dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu." [Hadits Riwayat Muslim 106, Abu Dawud 4087, Nasa'i 4455, Darimi 2608. Lihat Irwa': 900]
Kedua:
“Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa yang melabuhkan pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat." [Hadits Riwayat Bukhari 5783, Muslim 2085]
Ketiga:
“Dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi bersabda: "Apa saja yang di bawah kedua mata kaki di dalam neraka." [Hadits Riwayat Bukhari 5797, Ibnu Majah 3573, Ahmad 2/96]
Keempat:
“Dari Mughiroh bin Syu'bah Radhiyallahu ‘anhu, adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Wahai Sufyan bin Sahl! Janganlah kamu isbal, sesungguhnya Allah tidak menyenangi orang-orang yang isbal." [Hadits Riwayat. Ibnu Majah 3574, Ahmad 4/26, Thobroni dalam Al-Kabir 7909. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah: 2862]
Kelima:
“Waspadalah kalian dari isbal pakaian, karena hal itu termasuk kesombongan, dan Allah tidak menyukai kesombongan” [Hadits Riwayat Abu Dawud 4084, Ahmad 4/65. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah: 770]
Keenam:
Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu berkata: "Saya lewat di hadapan Rasulullah sedangkan sarungku terurai, kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menegurku seraya berkata, "Wahai Abdullah, tinggikan sarungmu!" Aku pun meninggikannya. Beliau bersabda lagi, "Tinggikan lagi!" Aku pun meninggikannya lagi, maka semenjak itu aku senantiasa menjaga sarungku pada batas itu. Ada beberapa orang bertanya, "Seberapa tingginya?" "Sampai setengah betis."[Hadits Riwayat Muslim 2086. Ahmad 2/33]
Berkata Syakh Al-Albani rahimahullah: “Hadits ini sangat jelas sekali bahwa kewajiban seorang muslim hendaklah tidak menjulurkan pakaiannya hingga melebihi kedua mata kaki. Bahkan hendaklah ia meninggikannya hingga batas mata kaki, walaupun dia tidak bertujuan sombong, dan di dalam hadits ini terdapat bantahan kepada orang-orang yang isbal dengan sangkaan bahwa mereka tidak melakukannya karena sombong! Tidakkah mereka meninggalkan hal ini demi mencontohkan perintah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap Ibnu Umar?? Ataukah mereka merasa hatinya lebih suci dari Ibnu Umar?” [Ash-Shahihah: 4/95]
Berkata Syaikh Bakr Abu Zaid:” Dan hadits-hadits tentang pelarangan isbal mencapai derajat mutawatir makna, tercantum dalam kitab-kitab shohih, sunan-sunan, ataupun musnad-musnad, diriwayatkan dari banyak sekali oleh sekelompok para sahabat. Beliau lantas menyebutkan nama-nama sahabat tersebut hingga dua puluh dua orang. Lanjutnya: “ Seluruh hadits tersebut menunjukkan larangan yang sangat tegas, larangan pengharaman, karena di dalamnya terdapat ancaman yang sangat keras. Dan telah diketahui bersama bahwa sesuatu yang terdapat ancaman atau kemurkaan, maka diharamkan, dan termasuk dosa besar, tidak dihapus dan diangkat hukumnya. Bahkan termasuk hukum-hukum syar'i yang kekal pengharamannya."[Hadd Tsaub Wal Uzroh Wa Tahrim Isbal Wa Libas Syuhroh, hal. 19]
[D]. KEBURUKAN ISBAL
Kehaaraman isbal telah jelas, bahkan di dalam isbal terdapat beberapa kemungkaran yang tidak boleh dianggap remeh, berikut sebagiannya..
[1]. Menyelisihi Sunnah
Menyelesihi sunnah termasuk perkara yang tidak bisa dianggap mudah dan ringan, karana kewajiban setiap muslim untuk mengamalkan setiap sendi dien dalam segala perkara baik datangnya dari Al-Qur’an atau Sunnah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Ertinya: Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul, takut akan di timpa cubaan (fitnah) atau ditimpa adzab yang pedih” [An-Nur: 63]
[2]. Mendapat Ancaman Neraka
Berdasarkan hadits yang sangat banyak berisi ancaman neraka [2], bagi yang melabuhkan pakaiannya, baik karena sombong taupun tidak.
[3]. Termasuk Kesombongan
Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah: “Kesimpulannya isbal melazimkan menarik pakaian, dan menarik pakaian melazimkan kesombongan, walaupun pelakunya tidak bermaksud sombong” (Fathul Bari 10/325). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Waspadalah kalian dari isbal pakaian, karena hal itu termasuk kesombongan, dan Allah tidak menyukai kesombongan” [Hadits Riwayat Abu Dawud 4084, Ahmad 4/65, dishohihkan oleh Al-Albany dalam As-Shohihah 770]
Berkata Ibnul Aroby rahimahullah: “Tidak boleh bagi laki-laki untuk memanjangkan pakaiannya melebihi kedua mata kaki, meski dia mengatakan: “Aku tidak menariknya karena sombong”, karena larangan hadits secara lafazh mecakup pula bagi yang tidak sombong, maka tidak boleh bagi yang telah tercakup dalam larangan, kemudian berkata: “Aku tidak mau melaksanakannya karena sebab larangan tersebut tidak ada pada diriku”, ucapan semacam ini merupakan klaim yang tidak bisa diterima, bahkan memanjangkan pakaian itu sendiri menunjukkan kesombongan” [Fathul Bari 10/325]
[4]. Menyerupai Wanita
Isbal bagi wanita disyari’atkan bahkan wajib, dan mereka tidak diperkenankan untuk menampakkan anggota tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Orang yang isbal berarti mereka telah menyerupai wanita dalam berpakaian, dan hal itu terlarang secara tegas, berdasarkan hadits.
Dari Ibnu Abbas ia berkata; “Rasulullah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki” [Hadits Riwayat Bukhari 5885, Abu Dawud 4097, Tirmidzi 2785, Ibnu Majah 1904]
Imam At-Thabari berkata: “Maknanya tidak boleh bagi laki-laki menyerupai wanita di dalam berpakaian dan perhiasan yang menjadi kekhususan mereka, demikian pula sebaliknya” [Fathul Bari II/521]
Dari Khorsyah bin Hirr berkata: “Aku melihat Umar bin Khaththab, kemudian ada seorang pemuda yang melabuhkan sarungnya melalui di hadapannya. Maka Umar menegurnya seraya berkata: “Apakah kamu orang yang haidh?” pemuda tersebut menjawab: “Wahai amirul mukminin apakah laki-laki itu mengalami haidh?” Umar menjawab; “Lantas mengapa engkau melabuhkan sarungmu melewati mata kaki?” kemudian Umar minta diambilkan guting lalu memotong bagian sarung yang melebihi kedua mata kakinya”. Kharsyah berkata: “Seakan-akan aku melihat benang-benang di ujung sarung itu” [Hadits Riwayat Ibnu Syaibah 8/393 dengan sanad yang shohih, lihat Al-Isbal Lighoiril Khuyala, hal. 18]
Akan tetapi laa haula wal quwwata illa billah, zaman sekarang yang dikatakan sebagai modern, kebanyaknnya telah berpakaian terbalik, yang laki-laki melabuhkan pakaianya menyerupai wanita dan tidak terlihat darinya kecuali wajah dan telapak tangan!, yang wanita membuka pakaianya hingga terlihat dua betisnya bahkan lebih dari itu. Yang lebih tragis lagi terlontar cemuhan dan ejekan kepada laki-laki yang memendekkan pakaiannya karena mencontoh Nabi dan para sahabat. Manusia zaman sekarang memang aneh, mereka mencela dan mengejek para wanita yang memanjangkan jilbabnya karena taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasulnya, akhirnya kepada Allah kita mengadu” [Al-Isbal Lighoiril Khuyala hal. 18]
[5]. Berlebih Lebihan
Tidak ragu lagi syari’at yang mulia ini telah memberikan batas-batas berpakaian, maka barangsiapa yang melebihi batasnya sungguh ia telah belebih-lebihan.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Artinya: Dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” [Al-A’raf: 31]
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Apabila pakaian melebihi batas semestinya, maka larangannya dari segi isrof (berlebih-lebihan) yang berakhir pada keharaman” [Fathul Bari II/436]
[6]. Terkena Najis
Orang yang isbal tidak aman dari najis, bahkan kemungkinan besar najis menempel dan mengenai sarungnya tanpa ia sadari, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.“Artinya: Naikkan sarungmu karena hal itu lebih menunjukkan ketakwaan dalam lafazh yang lain lebih suci dan bersih” [Hadits Riwayat Tirmidzi dalam Syamail 97, Ahmad 5/364, dishohihkan oleh Al-Albani dalam Mukhtashar Syama’il Muhammadiyyah hal. 69][F]. SYUBHAT DAN JAWABANNYA
Orang yang membolehkan isbal melontarkan syubhat yang cukup banyak, di antara yang sering muncul ke permukaan adalah mendakwa bahwa isbal dibolehkan jika tidak sombong. Oleh karena itu penulis perlu menjawab dalil-dalil yang biasa mereka gunakan untuk membolehkan isbal jika tidak bermaksud sombong.
Pertama: Hadits Ibnu Umar
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa yang melabuhkan pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat!" Abu Bakar bertanya, "Ya Rasulullah, sarungku sering melorot kecuali bila aku menjaganya!" Rasulullah menjawab, "Engkau bukan termasuk orang yang melakukannya karena sombong."[Hadits Riwayat Bukhari 5784]
Mereka berdalil dengan sabda Rasulullah, "Engkau bukan termasuk orang yang melakukannya karena sombong.", bahwasanya isbal tidak sombong dibolehkan?!
Jawaban:
Berkata Syaikh Al-Albani: “Dan termasuk perkara yang aneh, ada sebagian orang yang mempunyai pengetahuan tentang Islam, mereka berdalil bolehnya memanjangkan pakaian atas dasar perkatan Abu Bakar ini. Maka aku katakan bahwa hadits di atas sangat jelas bahawa Abu Bakar sebelumnya tidak memanjangkan pakaiannya, sarungnya selalu melonggar tanpa kehendak dirinya dengan tetap berusaha untuk selalu menjaganya. Maka apakah boleh berdalil dengan perkataan ini sementara perbezaannya sangat jelas bagaikan matahari di siang hari dengan apa yang terjadi pada diri Abu Bakar dan orang yang selalu memanjangkan pakaiannya? Kita memohon kepada Allah keselamatan dari hawa nafsu. (As-Shahihah 6/401). Kemudian Syaikh berkata di tempat yang lain: “Dalam hadits riwayat Muslim, Ibnu Umar pernah lewat di hadapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sedangkan sarungnya (seluarnya) melonggar, Rasulullah menegur Ibnu Umar dan berkata, "Wahai Abdullah, naikkan sarungmu!". Apabila Ibnu Umar saja yang termasuk sahabat yang mulia dan utama, Nabi tidak tinggal diam terhadap sarungnya yang melonggar (melondeh) bahkan memerintahkannya untuk mengangkat sarung tersebut, bukankah ini menunjukkan bahwa isbal itu tidak berkaitan dengan sombong atau tidak sombong?! [Mukhtashar Syamail Muhammadiyyah hal. 11]Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
”Artinya: Sesungguhnya pada yang demikian ini benar-benar terdapat peringatan bagi orang yang mempunyai hati atau apa yang menggunakan pendengarannya, sedang ia menyaksikannya” [Qoof: 37]
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata: “Dan adapun orang yang berhujjah dengan hadits Abu Bakar, maka kita jawab dari dua sisi. "Pertama, bahwa salah satu sisi sarung Abu Bakar kadang melondeh tanpa disengaja, maka beliau tidak menurunkan sarungnya atas kehendak dirinya dan ia selalu berusaha menjaganya. Sedangkan orang yang mendakwa bahawa dirinya isbal karana tidak sombong, mereka menurunkan pakaian mereka karena kehendak mereka sendiri. Oleh karena itu, kita katakan kepada mereka, 'Jika kalian menurunkan pakaian kalian di bawah mata kaki tanpa niat sombong, maka kalian akan diadzab dengan apa yang turun di bawah mata kaki dengan Neraka. Jika kalian menurunkan pakaian karana sombong, maka kalian akan diadzab dengan siksa yang lebih pedih, iaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan berbicara kepada kalian, tidak dilihat oleh-Nya, tidak disucikan oleh-Nya dan bagi kalian adzab yang pedih”. Yang kedua, Abu Bakar mendapat komentar dan tazkiah dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa ia bukan termasuk orang yang sombong, maka, apakah kalian juga mendapat tazkiah dan komentar yang serupa?" [Fatawa Ulama Balad Haram hal. 1140]”Ertinya: Maka ambillah hal itu untuk menjadi pelajaran, hai orang yang mempunyai pandangan” [Al-Hasyr: 2]Kedua: Mereka yang membolehkan isbal jika tidak sombong, menyangka bahwa hadits-hadits larangan isbal yang bersifat mutlak (umum), harus ditaqyid (dikaitkan) ke dalil-dalil yang menyebutkan lafazh khuyala' (sombong), sesuai dengan kaidah ushul fiqh, "Hamlul Mutlak 'alal Muqoyyad Wajib" (membawa nash yang mutlak ke muqoyyad adalah wajib).
Jawaban:
Kita katakan kepada mereka, “Itulah sejauh-jauhnya pengetahuan mereka. [An-Najm: 30]
Kemudian kaidah ushul "Hamlul Muthlaq 'alal Muqoyyad" adalah kaedah yang telah disepakati dengan syarat-syarat tertentu. Untuk lebih jelasnya, mari kita semak perkataan ahlul ilmi dalam masalah ini.
Berkata Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah: “Isbal pakaian apabila karena sombong maka hukumannya Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat, tidak mengajak bicara dan tidak mensucikannya, serta baginya adzab yang pedih. Adapun apabila tidak karena sombong, maka hukumannya disiksa dengan neraka apa yang turun melebihi mata kaki, berdasarkan hadits.
Dari Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Ada tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat dan bagi mereka adzab yang pedih: orang yang memanjangkan pakaiannya, yang suka mengungkit-ungkit pemberian dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu”. Juga sabdanya : “Barangsiapa yang melabuhkan pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat, Adapun yang isbal karena tidak sombong, maka hukumannya sebagaimana dalam hadits: “Apa saja yang dibawah kedua mata kaki di dalam Neraka”. Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mentaqyidnya dengan sombong atau tidak, maka tidak boleh mentaqyid hadits ini berdasarkan hadits yang lalu. Juga Abu Sa'id Al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu telah berkata bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Keadaan sarung seorang muslim hingga setengah betis, tidaklah berdosa bila memanjangkannya antara setengah betis hingga di atas mata kaki, dan apa yang turun di bawah mata kaki, maka bagiannya di neraka, barangsiapa yang menarik pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya”.
Di dalam hadits ini, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan dua permisalan dalam satu hadits, dan ia menjelaskan perbedaan hukum keduanya karena perbedaan balasannya. Keduanya berbeda dalam perbuatan dan berbeda dalam hukum dan balasan. Maka selama hukum dan sebabnya berbeda, tidaklah boleh membawa yang mutlak ke muqoyyad (khusus), di antara syaratnya adalah bersatunya dua nash dalam satu hukum, apabila hukumnya berbeda, maka tidaklah ditaqyid salah satu keduanya dengan yang lain. Oleh karena itu ayat tayammum yang berbunyi: ”Basuhlah mukamu dan tanganmu dengan tanah” tidak ditaqyid dengan ayat wudhu, “Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai siku” maka tayammum itu tidak sampai siku, karena mengharuskan perlawanan”[As’ilah Muhimmah hal, 29-30, Lihat pula Fatawa Syaikh Utsaimin 2/921, Isbal Lighoiril khuyala hal. 26]
Kesimpulannya; Kaedah "Membawa nash yang mutlak ke muqoyyad wajib" adalah kaidah yang telah muttofak alaihi (disepakati) pada keadaan bersatunya hukum dan sebab. Maka tidak boleh membawa nash yang mutlak ke muqoyyad apabila hukum dan sebabnya berbeda, atau hukumnya berbeza dan sebabnya sama! [Lihat Ushul Fiqh Al-Islamy 1/217 karya Dr Wahbah Az-Zuhaili]
[G]. KESIMPULAN
Dari perbahasan di atas, dapat disimpulkan:
[1]. Isbal adalah memanjangkan pakaian hingga menutupi mata kaki, baik karena sombong maupun tidak, dan hal ini haram dilakukan bagi laki-laki.
[2]. Batasan pakaian seorang laki-laki ialah setengah betis, dan dibolehkan hingga di atas mata kaki, tidak lebih.
[3]. Hukum isbal itdak berlaku bagi wanita, bahkan mereka disyari'atkan menurunkan pakaiannya hingga sejengkal di bawah mata kaki.
[4. Isbal pakaian tidak hanya sarung, berlaku bagi setiap jenis pakaian berupa celana, gamis, jubah, sorban dan segala sesuatu yang menjulur ke bawah.
[5]. Isbal karena sombong adalah dosa besar, oleh karena itu pelakunya berhak tidak dilihat oleh Allah pada hari kiamat, tidak disucikan-Nya, dan baginya adzab yang pedih.
[6]. Isbal jika tidak sombong maka baginya adzab neraka apa yang turun di bawah mata kaki.
[7]. Isbal memiliki beberapa kemungkaran, sebagaimana telah berlalu penjelasannya
[8]. Dakwaan sebahagian orang yang melakukan isbal dengan alasan tidak sombong merupakan dakwaan yang tidak boleh diterima. Maka bagi mereka, kami sarankan untuk memperdalam ilmu dan merujuk kalam ulama dalam masalah ini.
ISBALIsbal (اَْلاِسْبَالُ) bermaksud: “Melabuhkan pakaian (seperti seluar, jubah, kain sarung dan semua jenis pakaian) sehingga menutup buku lali (mata kaki). Atau pakaian labuh yang menyentuh bumi (mencecah tanah) sehinggga diseret. Berkata Imam as-San’ani rahimahullah:
المسبل ازاره : هو الذى يطول ثوبه ويرسله الى الارض اذا مشى.
“Mengisbal pakaiannya: Iaitu orang yang memanjangkan pakaiannya dan melabuhkannya sehingga (mencecah) ke bumi apabila berjalan”. (Rujuk: استيفاء الاقوال فى تحريم الاسبال على الرجال hlm. 32. Al-Imam Muhammad bin Ismail al-Amir as-San’ani:
عَنِ الْمُغِيْرَة رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : رَاَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آخِذًا بِرِدَاءِ سُفْيَانِ بْنِ سَهْلٍ وَهُوَ يَقُوْلُ :يَا سُفْيَانُ ! لاَ تُسْبِلْ اِنَّ اللهَ لاَيُحِبُّ الْمُسْبِلِيْنَ.
“Dari Mughirah radiallahu ‘anhu berkata: Aku melihat Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam memegang pakaian Sufiyan bin Sahl dan baginda bersabda: Wahai Sufyian! Janganlah engkau berisbal, kerana Allah tidak menyukai orang-orang yang berisbal” (Dikeluarkan oleh (1) Ibn Majah 2/1183 No. 3575. (2) An-Nasaii dalam Al-Kubra dan Tuhfatul Asyraf. (3) Ibn Hibban dalam Sahihnya 7/397 No. 5418. (4) Ahmad dalam Musnadnya 4/246. 253. (5) Ibn Abi Syaibah 8/207)Tidak Ber-Isbal Sebagai Salah Satu Sikap Taqwa:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِرَجُلٍ رَآهُ يَجُرُّ اِزَارَهُ : اِرْفَعْ اِزَارَكَ وَاتَّقِ اللهَ
“Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam telah menegur seorang lelaki yang berpakaian labuh (baginda bersabda): Angkatlah (tinggikanlah) kain kamu dan bertaqwalah kepada Allah”. (Hadis Riwayat Ahmad, Musnad. 4/395)
عَنْ اَبِيْ ذَرٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ثَلاَثٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَيَنْظُرُ اِلَيْهِمْ وَلاَيُزَكِّيْهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ قَالَ : فَقَرَاَهَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلاَثَ مَرَّاةٍ . قَالَ اَبُوْ ذَرٍّ : خَابُوْا وَخَسِرُوْا ، مَنْ هُمْ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ : اَلْمُسْبِلُ ، وَالْمَنَّانُ الَّذِيْ لاَيُعْطِيْ اِلاَّ مَنَّهُ ، وَالْمُنْفِقُ سَلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ . وَفِى رِوَايَةِ مُسْلِمٍ : اَلْمُسْبِلُ اِزَارَهُ .
“Dari Abi Zarr radiallahu ‘anhu berkata: Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam bersabda: Ada tiga golongan yang tidak ditegur oleh Allah di Hari Kiamat dan Allah tidak melihat kepada mereka, tidak mengampunkannya dan mereka mendapat azab yang pedih, Rasulullah mengulang-ulangi ucapannya ini tiga kali. Maka Abu Zarr berkata: Alangkah rugi dan menyesalnya mereka wahai Rasulullah! Siapakah mereka itu? Baginda menjhawab: Orang yang musbil (melabuhkan pakaiannya sehingga menutup buku lali), orang yang mengungkit (menyebut-nyebut) pemberiannya dan orang yang menjual barangannya dengan sumpah palsu. (Dalam riwayat Muslim: Orang yang melabuhkan pakaiannya.” (Hadis Riwayat Muslim, 1/102. Kitabul Iman - No. 106, Hadis Riwayat Abu Daud, Dalam Sunannya, 4/347, No. 4087. Turmizi, Dalam Sunannya - 2/342. No. 1229)
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا مَرْفُوْعًا : ثَلاَثَةٌ لاَ يَنْظُرُ اللهُ اِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ : اَلْمَنَّانُ عَطَاهُ وَالْمُسْبِلُ اِزَارَهُ خُيَلاَءُ ، وُمُدْمِنُ الْخَمْرِ
“Dari Ibnu Umar radiallahu ‘anhu secara marfu’: Tiga golongan Allah tidak melihat kepada mereka: Orang mengungkit pemberiannya, orang yang melabuhkan pakaiannya dan orang yang menagih arak.” (Dikeluarkan oleh at-Tabrani. Rujuk: “Majma’ud az-Zawaid)Ber-Isbal Adalah Sebahagian Daripada KesombonganBerkata Ibn Hajar rahimahullah:
ان الاسبال يستلزم جر الثوب ، وجر الثوب يستلزم الخيلاء ولو لم يقصد الخيلاء
“Sesungguhnya isbal itu ialah melabuhkan pakaian, melabuhkan pakaian itu adalah suatu kesombongan walaupun tidak bermaksud (berniat) untuk sombong.” (Rujuk: Fathul Bari, 10/264)Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam bersabda:
وَاِيَّاكَ وَاْلاِسْبَالُ فَاِنَّهُ مِنَ الْمَخِيْلَةِ
“Berjaga-jagalah kamu dari berisbal, sesungguhnya isbal itu perbuatan sombong.” (Dikeluarkan oleh Ahmad 5/63-64. Isnadnya sahih)Hadis di atas ini mengkategorikan orang yang isbal (melabuhkan pakaiannya) sebagai orang yang sombong walaupun ia tidak bermaksud atau berniat demikian. Oleh itu isbal diharamkan kepada setiap lelaki beriman dan awaslah mereka yang mengisbalkan seluar, kain atau pakaiannya kerana telah diberi amaran oleh sekian banyak hadis-hadis yang sahih.Had Isbal
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : مَرَرْتُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِى اِزَارِيْ اسْتِرْخَاءٌ . فَقَالَ : يَا عَبْدَ اللهِ ، اِرْفَعْ اِزَارَكَ . فَرَفَعْتُهُ . ثُمَّ قَالَ : زِدْ ! فَزِدْتُ ، فَمَازِلْتُ اَتَحَرَّاهَا بَعْدُ ، فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ اِلَى اَيْنَ ؟ فَقَالَ : نِصْفُ السَا قَيْنِ.
“Dari Abdullah bin Umar radiallahu ‘anhuma berkata: Aku pernah melintas (di hadapan) Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam dan dengan mengenakan pakaian labuh. Maka baginda bersabda: Wahai Abdullah! Naikkan/ tinggikan kainmu. Maka aku menaikkannya. Baginda bersabda lagi: Tambahkan (naikkan) lagi. Maka aku tambah lagi. Kemudian saya terus tidak meninggalkan cara berpakaian yang seperti selepas itu. Beberapa kaum yang bersama bertanya: Sampai ke paras mana? Baginda bersabda lagi: Pertengahan betis” (Hadis Riwayat Muslim dalam Sahihnya, 3/1650, No. 2086. Imam Baihaqi dalam Sunan al-Kubra. 2/43)
عَنِ الْعَلاَءِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ ، عَنْ اَبِيْهِ قَالَ : سَاَلْتُ اَبَا سَعِيْدٍ عَنِ اْلاِزَارِ فَقَالَ : أخْبِرُكَ بِعِلْمٍ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ :اِزَارَةُ الْمُؤْمِن اِلَى نِصْفِ السَّاقَيْنِ ، وَلاَ جُنَاحَ فِيْمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْكَعْبَيْنِ . فَمَااَسْفَلَ مِنْ ذَلِكَ فَفِى النَّارِ ، لاَ يَنْظُرُ اللهُ اِلَى مَنْ جَرَّ اِزَارَهُ بَطرًا.
“Dari ‘Ala bin Abdulrahman dari bapanya berkata: Aku bertanya kepada Abu Saied tentang kain (pakaian). Maka beliau berkata: Aku khabarkan dengan ilmu, aku mendengar Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam bersabda: Pakaian seorang mukmin sehingga pertengahan dua betis. Tidak mengapa di antara betis dan maka kaki. Maka apa yang di bawah mata kaki maka dia di neraka, Allah tidak melihat orang yang melabuhkan pakaiannya dengan megah (sombong)” (Dikeluarkan oleh Abu Daud dalam Sunannya jld. 4/303. No. 4093. Ibn Majah 2/1183. No. 3573. Malik dalam Mu’ta hlm. 914-915. Ahmad dalam Musnad jld.2. No. 6, 31, 44, 52 dan 97. Ibn Abi Syaibah dalam Musanaf 8/244. Al-Humaidi dalam Musnadnya 2/323. No. 737. Al-Baihaqi dalam Sunan al-Kubra 2/244. Dan al-Bagawi dalam Syarah as-Sunnah 12/12)Berkata Imam An-Nawawi rahimahullah:
بَطَرًا : أيْ عَجبًا وَخُيَلاَء
“Batran: iaitu megah dan sombong”.Ber-Isbal Kerana Lupa, Tidak Sengaja Dan Kerana Terlalu MarahJika bersolat dalam keadaan isbal (berpakaian labuh) kerana lupa (tidak disedari), tidak disengajakan atau dalam keadaan marah, maka tidak ada hukum baginya (sah solatnya). Ini berdasarkan beberapa hadis Rasulullah terutamanya tentang cara pakaian baginda dalam solat semasa kesiangan:
اَنَّهَا لَمَّا كَسَفَتِ الشَّمْس خَرَجَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَزْعًا يَجُرُّ اِزَارهُ.
“Sesungguhnya setelah didapati matahari telah kelihatan, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam keluar (solat) tanpa disengajakan (tidak disedarinya) baginda berpakaian labuh”. (H/R Bukhari 2/526, 547 dan 10/355. An-Nasaii 3/127, 146 dan 152. No. 1464, 1491, 1492 dan 1502)
عَنْ عِمْرَانِ بْنِ حُصَيْنِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فِى قِصَّةِ سُجَوْدِ السَّهْوِ ، وَاَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ غَضْبَانًا يَجُرُّ اِزَارَهُ
“Dari Imran bin Husin dalam kisah sujud sahwi bahawasanya baginda sallallahu ‘alaihi wa-sallam keluar (solat) dalam keadaan marah dan dalam keadaan labuh pakaiannya”. (Dikeluarkan oleh Muslim 1/99, 404. No. 101, 574. Abu Daud 1/618. No. 1018. An-Nasaii 3/26. No. 1237. Ibn Majah 1/384. No. 1215.)Melalui hadis di atas, jelaslah bahawa hanya orang yang tidak perasan (tidak sedar), marah dan terlupa yang tidak berdosa jika berpakaian isbal, termasuklah semasa mengerjakan solat, kerana ia berlaku tanpa ada maksud atau dirancang.HAD ISBAL TIDAK MELEBIHI MATA KAKI (BUKU LALI)Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam penah menegur seorang lelaki yang berpakaian isbal dengan sabdanya:
وَارْفَعْ اِزَارَكَ اِلَى نِصْفِ السَّاقِ ، فَاِنْ اَبَيْتَ فَاِلَى الْكَعْبَيْنِ ، وَاِيَّاكَ وَاِسْبَالَ اْلاِزَارِ ، فَاِنَّهَا مِنَ الْمَخِيْلَةِ ، وَاِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْمَخِيْلَةَ.
“Tinggikanlah kainmu sehingga pertengahan betis, jika tidak mahu berbuat seperti itu, maka (angkatlah) ke paras mata kaki, takutilah olehmu dari mengisbalkan kain, kerana yang demikian itu termasuk kesombongan dan sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang sombong”. (Lihat: Riadhus Solihin. 2/869. Imam Nawawi. H/R Abu Daud dengan isnadnya yang sahih. Dan diriwayatkan juga oleh Imam Turmizi. Beliau mengatakan bahawa ini adalah hadis hasan sahih)Hadis ini menunjukkan bahawa panjangnya pakaian yang diizinkan oleh Rasulullah untuk orang lelaki ialah tidak melebihi mata kaki, yang melebihinya dianggap isbal dan hukumnya haram. Dan hadis-hadis seterusnya yang mengharamkan isbal:
عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : بَيْنَمَا رَجُلٌ يُصَلِّى مُسْبِلاً اِزَارَهُ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اِذْهَبْ فَتَوَضَّاْ ،فَذَهَبَ فَتَوَضَّاَ ثُمَّ جَاءَ ، فَقَالَ لَهُ : اِذْهَبْ فَتَوَضَّاْ . فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ : يَا رَسُوْلَ اللهِ مَالَكَ اَمَرْتَهُ اَنْ يَتَوَضَّاَ ثُمَّ سَكَتَّ عَنْهُ ، قَالَ : اِنَّهُ كَانَ يُصَلَّى وَهُوَ مُسْبِلٌ اِزَارَهُ ، وَاِنَّ اللهَ لاَيَقْبَلُ صَلاَةَ رَجُلٍ مُسْبِلٍ .
“Dari Abu Hurariah radiallahu ‘anhu berkata: Diketika seorang lelaki solat dalam keadaan labuh (mencecah bumi/isbal) kainnya, maka Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam bersabda kepadanya: Pergilah berwuduk, kemudian (setelah berwuduk) dia datang semula. Kemudian Rasulullah berkata kepadanya: Pergilah berwuduk. Maka berkata seorang lelaki lain kepada Rasulullah: Wahai Rasululla! Engkau menyuruhnya berwuduk kemudian engkau diam (tidak menerangkan sebabnya). Maka Baginda bersabda: Sesungguhnya dia bersolat dengan keadaan iabal (kainnya labuh menutupi mata kaki/mencecah tanah), sesungguhnya Allah tidak menerima solat lelaki yang isbal (melabuhkan) pakaiannya”. (Dikeluarkan oleh Abu Daud 1/419-420 No. 638. Baihaqi dalam Sunan al-Kubra 2/241. Berkata an-Nawawi: Sesungguhnya hadis ini menurut syarat Muslim, lihat: Riyadhus Solihin hlm. 278. Lihat: استيفاء الاقوال فى تحريم الاسبال على الرجل hlm. 27 oleh As-San’ani)Orang-orang lelaki yang sengaja mengisbalkan (memanjangkan) seluar, kain atau pakaiannya terutama semasa mengerjakan solat, maka mereka hendaklah menghayati dan memikirkan isi hadis di atas ini, kerana Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wa-sallam memerintahkan lelaki yang isbal agar berwuduk dan mengulangi solatnya sehingga dua kali. Malah diwaridkan dengan ancaman neraka bagi mereka yang berpakaian labuh mencecah bumi (isbal), sama ada semasa solat atau di luar solat. Baginda seterusnya mengancam dengan sabdanya sebagaimana hadis sahih riwayat Ibn Masoud:
عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : مَنْ اَسْبَلَ اِزَرَهُ فِى صَلاَتِهِ خُيَلاَءَ ، فَلَيْسَ مِنَ اللهِ فِى حَلٍّ وَلاَ حَرَامٍ.
“Dari Ibn Masoud radiallahu ‘anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam bersabda: Sesiapa yang mengisbalkan kainnya dalam solatnya dengan megah, maka dari Allah tiada lagi yang halal dan haram”. (Dikeluarkan oleh Abu Daud 1/419. No. 637. At-Tabrani dalam Majma al-Kabir 9/315, 10/284. Abu Daud at-Tayalisi No. 351. Al-Baihaqi 2/242)Berkata Imam an-Nawawi rahimahullahu tentang hadis di atas ini:
معناه : قد برئ من الله وفارق دينه
“Hadis ini memberi makna: (Orang yang isbal) telah berlepas dari Allah dan dia telah meninggalkan agamanya”. (Lihat: استيفاء الاقوال فى تحريم الاسبال على الرجال hlm. 28. As-San’ani)Berkata al-Hafiz Ibn Hajar rahimahullah: “Isnadnya mauquf. Selanjutnya beliau berkata: Hadis seperti ini tidak dikatakan mengikut pendapat (ar-rakyu), maka pada hadis ini, tidak ada larangan untuk menerimanya secara zahirnya.” (Lihat: Fathul al-Bari 10/257)Perhatian:Sarung kaki atau jaurab (stoking) tidak dikatogerikan sebagai pakaian isbal. Ini bererti sesiapa yang memakai sarung kaki atau sepatu yang menutup mata kaki tidak dianggap berisbal. Persoalan ini telah dibincangkan oleh para ulama fiqh (fukaha).
0 pandangan sahabat-sahabat:
Post a Comment